RUU Perubahan UU Narkotika: Fokus Rehabilitasi Korban

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly dengan Komisi III DPR RI

Pada Rapat Kerja antara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly dengan Komisi III DPR RI, (31/3/2022), dibahas perlunya perubahan dalam Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Saat ini, UU tersebut belum memberikan konsepsi yang jelas mengenai pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika. Perlakuan yang sama terhadap mereka dengan bandar atau pengedar narkotika dianggap tidak adil.

Menteri Yasonna menekankan pentingnya fokus pada rehabilitasi dalam menangani pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika. Pendekatan rehabilitasi ini melibatkan mekanisme asesmen komprehensif oleh Tim Asesmen Terpadu yang terdiri dari unsur medis dan hukum. Tim tersebut melibatkan dokter, psikolog, psikiater, penyidik, penuntut umum, dan pembimbing kemasyarakatan.

Pendekatan rehabilitasi yang diutamakan dibandingkan dengan pidana penjara merupakan bentuk restorative justice, yaitu pendekatan penyelesaian pidana yang lebih fokus pada pemulihan korban ke keadaan semula dengan melibatkan berbagai pihak. Restorative justice menekankan pemulihan dan dukungan kepada korban serta menuntut pelaku untuk bertanggung jawab, bukan hanya balasan yang setimpal.

Kebijakan ini juga sejalan dengan upaya mengurangi over kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas). Dalam Rapat Kerja ini, hadir pula perwakilan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN-RB). Seluruh fraksi dalam Komisi III DPR RI menyatakan setuju untuk membahas RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di tingkat Panitia Kerja (Panja) DPR RI.

DPR Bahas Enam Poin Revisi RUU Narkotika: Penguatan Pencegahan dan Pendekatan Rehabilitasi 

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej menyampaikan enam poin revisi terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Eddy O.S. Hiariej, menyampaikan enam poin revisi terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR (23/5/2023).

Dalam raker tersebut, Wamenkumham menyoroti meningkatnya jumlah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta prekursor narkotika. Pemerintah mengutamakan penguatan pencegahan dengan melibatkan aparat penegak hukum dan masyarakat, mengingat tren penyalahgunaan narkotika yang masih tinggi. Revisi UU Nomor 35 tahun 2009 dianggap perlu untuk mengatasi isu ini.

Adapun enam poin revisi yang disampaikan adalah:

  1. Zat psikoaktif Baru (New Psychoactive Substance/NPS).
  2. Penyempurnaan ketentuan mengenai rehabilitasi.
  3. Pembentukan tim Asesmen terpadu.
  4. Penyidik Badan Narkotika Nasional dan kewenangannya.
  5. Syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu serta penetapan status barang sitaan.
  6. Penyempurnaan ketentuan pidana.

Wamenkumham juga menyatakan bahwa pelaksanaan UU Nomor 35 tahun 2009 belum memberikan konsepsi yang jelas mengenai pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika dengan bandar atau pengedar narkotika. Ini menimbulkan ketidakadilan dalam penanganannya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Wamenkumham menekankan pentingnya fokus pada rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan. Tim asesmen terpadu, yang terdiri dari unsur medis dan unsur hukum, akan mengeluarkan rekomendasi mengenai rehabilitasi bagi pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika.

Pengutamaan pendekatan rehabilitasi daripada pidana penjara merupakan bentuk restorative justice, yaitu pendekatan penyelesaian perkara pidana yang menitikberatkan pada pemulihan keadaan korban dengan melibatkan berbagai pihak. Kebijakan ini juga bertujuan untuk mengurangi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan.

DPR akan melanjutkan pembahasan terkait revisi RUU Narkotika ini guna mencapai kesepakatan yang lebih baik dan mendukung upaya pencegahan serta rehabilitasi narkotika secara efektif.

Menkumham dan Komisi III DPR RI Percepat Penyelesaian RUU Narkotika demi Reformasi Sistem Peradilan Pidana

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly bersama Komisi III DPR RI sepakat untuk mempercepat pembahasan dan penyelesaian Rancangan Undang Undang Narkotika guna mendukung reformasi sistem peradilan pidana terpadu

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, bersama Komisi III DPR RI sepakat untuk mempercepat pembahasan dan penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU), khususnya RUU tentang Narkotika, guna mendukung reformasi sistem peradilan pidana terpadu.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, Yasonna menjelaskan strategi penyelesaian pembentukan RUU Prioritas yang akan dibahas bersama. Salah satu RUU yang menjadi fokus adalah RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pendekatan antar kementerian sebagai wakil pemerintah dilakukan dengan membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang diserahkan oleh DPR RI untuk dijawab oleh pemerintah. Jawaban atas DIM tersebut kemudian dibahas bersama dengan kementerian/lembaga terkait, melibatkan aparat penegak hukum.

Selanjutnya, Kemenkumham akan melibatkan partisipasi masyarakat melalui e-partisipasi publik untuk mengumpulkan masukan terkait substansi yang perlu diatur dalam RUU Narkotika, sebagai bentuk partisipasi masyarakat yang bermakna.

RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023. Hal ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR RI melalui Surat Presiden Nomor R-02/Pres/01/2022 pada tanggal 14 Januari 2022.

Meskipun Panitia Kerja Pembahasan RUU Narkotika telah menyelenggarakan rapat pada 6 Februari 2023, rapat tersebut ditunda karena usulan Kemenkumham untuk menggabungkan UU Narkotika dengan UU Psikotropika. Hal ini membutuhkan pembicaraan lebih lanjut dengan Komisi III DPR RI dan kementerian/lembaga terkait.

Sumber : kemenkumham

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel